www.flickr.com

31 May 2006

Andai Aku Mati Esok Hari

Perjalanan hidup siapa yang bisa tahu akan berakhir kapan dan dimana. Ditengah kekhilafan dan kekufuranku, aku ingin diriku mendapatkan hidayah. Hidayah yang dapat membawaku kembali ke jalan-Nya. Aku amat sangat sadar aku benar-benar telah amat sangat berdosa, aku telah meninggalkan-Nya sekian lama, tapi aku tak kuasa untuk kembali, untuk benar-benar kembali.

Andai aku mati esok hari?

Sebuah kalimat yang membuat aku berlinangan air mata, dadaku seolah bergemuruh. Ya Allah apa yang telah aku lakukan? andai aku mati esok hari. Apakah aku masih akan bisa berangkat ke bekerja esok hari, apakah aku masih bisa melihat tawa dan canda si kecil Alya esok hari, apakah aku masih bisa merindukan senyum manis istriku tercinta, hangat peluknya dan damai hatinya, apakah aku masih bisa bertemu sahabat-sahabat ku yang telah setia menemani perjalanan hidupku? Apakah aku masih bisa hidup cukup lama untuk membahagiakan mereka? melihat Alya kecil tumbuh dewasa, menjadi sarjana, menikah. Apakah aku bisa menimang cucu-cucu kecilku? Pertanyaan-pertanyaan... harapan... hanya itu yang tersirat dibenakku, tanpa bisa kutemukan jawabannya.

Andai aku mati esok hari?

Apa yang telah aku lakukan hari ini? kepada berapa banyak orang aku telah berbuat baik? amal ibadah apa yang telah aku lakukan? kebahagiaan apa yang telah aku berikan kepada anak dan istriku, keluarga dan sahabatku? Astagfirullah, hampir-hampir tidak ada. Aku terlalu sibuk dengan diriku sendiri, dengan pekerjaanku, dengan tanggung jawabku yang seolah-olah kian tiada habisnya dan terus menerus bertambah. Nafkah? rejeki yang aku cari memang terus bertambah dan bertambah. Tapi aku selalu lupa untuk mensyukurinya. Seolah-olah hanya materi saja yang aku kejar dan tumpuk ... hanya penyesalan yang bisa aku rasakan, penyesalah yang aku harapkan bisa menjadi pelajaran agar aku tidak salah berbuat lagi hari ini.

Andai aku mati esok hari?

Aku ingin berbuat yang terbaik hari ini. Aku ingin membahagiakan orang lain semampu yang aku bisa, aku akan berusaha sekuat tenaga menepati semua janjiku, aku tidak ingin berbohong lagi, disela-sela kesibukanku aku akan selalu sempatkan untuk shalat, aku ingin semua yang aku lakukan adalah ibadah, ibadah untuk mendapatkan ridha-Nya. Aku ingin memberikan senyum yang termanis dan pelukan yang terhangat untuk keluargaku, seolah inilah saat terakhir aku bersama mereka. Seolah inilah hari terakhir aku bernafas dimuka bumi ini. Karena seandainya... aku mati esok hari, aku ingin hari terakhirku kuhabiskan dengan sebaik-baiknya ibadah.

Syukuralhamdulillah. Kau telah beri nikmat yang sedemikian rupa, jika Kau ingin aku kembali, ijinkan untuk kembali dalam keadaan husnul khatimah. Amien.

29 May 2006

Notebook: Relion Enduro HM-TW12KM

Relion Enduro HM-TW12KM adalah notebook rakitan dalam negeri yang diproduksi oleh PT. Berca Cakra Teknologi. Memang saat ini masih tak banyak orang mengenal produk dengan merk Relion ini. Tidak hanya memproduksi notebook, Berca juga memproduksi produk komputer lain, seperti PC, Projector dll. Pertama kali aku mengetahui produk notebook Relion ini dari sebuah online store, ditawarkan dengan harga $999. Untuk sebuah notebook dengan processor 64bit dan memory 1GB, ini merupakan harga yang cukup murah, meskipun tidak dibekali dengan sistem operasi.

Dari sisi penampilan Relion Enduro HM-TW12KM juga boleh dibilang cukup menarik, dengan warna putih dan layar 12", penampilannya boleh dikatakan mirip dengan Apple iBook G4. Penasaran akupun coba menelusuri asal muasal notebook yang diproduksi oleh Berca ini. Kemungkinan bahwa produk ini adalah produk barebone yang dikemas dalam merk berbeda ternyata terbukti, dengan bentuk yang sama persis aku temukan merk yang dijual di US, yaitu Averatec seri 3700. Bedanya hanya pada processor dan memorinya saja. Jika Relion menggunakan processor AMD Turion MT-34, maka Averatec menggunakan processor AMD Sempron 3000+ dan telah dikemas bersama MS Windows XP Home Edition.

Meski masih agak sangsi dan begitu pula yang dikatakan oleh rekan kerjaku. Sepertinya untuk saat ini aku masih belum punya pilihan lain. Entah kenapa aku sepertinya 'fall in love' dengan notebook Relion. Pertama karena spesifikasinya yang memang jauh diatas rata-rata notebook yang ditawarkan dengan harga yang sama. Yang kedua mungkin ini bisa jadi alternatif bagi kecintaanku pada bentuk dan model Apple iBook. Hmmm... yang jelas mungkin yang menjadi alasan lainnya, saat ini memang aku sangat butuh notebook baru, untuk menggantikan Compaq Armada mungilku yang telah KIA.

28 May 2006

Gempa Jogja: Sanden Selamat


Gempa bumi 5.9 pada skala richter yang mengguncang Jogjakarta dan sekitarnya pada hari Sabtu (27/05/06) jam 05:54. Telah menghancurkan ribuan bangunan, mengakibatkan korban lebih dari 2500 jiwa meninggal dan ribuan lainnya luka-luka. Seharian keluarga kami hanya mengikuti siaran TV berharap mendapatkan informasi mengenai mbah buyut dan keluarga yang tinggal di Bantul dan Yogyakarta. Tapi berita yang ditayangkan semakin saja membuat kecil hati, Bantul dinyatakan telah rata dengan tanah. Lalu bagaimana dengan Sanden? mbah buyut yang merupakan ibu dari bapak, tinggal disebuah dusun dikecamatan Sanden yang berjarak 15km dari kota Bantul. Sanden yang persis terletak dipesisir pantai selatan, dengan pantainya yang cukup dikenal yaitu pantai Samas. Sementara Bantul saja yang jaraknya cukup jauh dari pesisir pantai hancur rata dengan tanah apalagi dengan Sanden. Kenyataan itu membuat kami sekeluarga menjadi panik, apalagi jaringan telekomunikasi ke Sanden semua tidak bisa dihubungi.

Seharian semalaman kami tidak bisa berbuat apa-apa selain hanya menonton televisi berharap ada wajah yang kami kenali disana, tapi sia-sia saja. Akhirnya bapak memutuskan untuk berangkat, setelah berkoordinasi dengan kakak (pakde) dan keluarga yang lain, sepertinya saat ini cuman itulah pilihan yang terbaik. Segera saya aku langsung menyiapkan transport dan akomodasi untuk keberangkatan, dan langsung mengontak kakak ku yang ada di Surabaya untuk menyiapkan sembako, tenda dan keperluan lainnya untuk langsung dibawa ke Jogjakarta melalui Surabaya. Diluar dugaan keberangkatan bapak ternyata harus tertunda, seluruh tiket pesawat jurusan Surabaya semua telah penuh. Dan paling bisa adalah besok hari ikut penerbangan Lion Air sore.

Siang harinya akhirnya sebuah kabar sampai melalui SMS kepada kami. Bahwa seluruh keluarga yang berada di Jogja dan Sanden selamat, dan rumah mbah buyut pun tidak rusak, hanya retak dibeberapa bagian. Syukurlah, pada malam hari sebelum terjadinya gempa, mbah buyut dan keluarga di Sanden ternyata tengah ada acara selametan, sehingga semua begadang (leklekan) alias tidak tidur semalaman. Akhirnya kami sekeluarga bisa bernafas lega, hal yang paling kami takutkan tidak terjadi. Sanden selamat, dan juga dikabarkan malah sebagian besar pengungsi ternyata menjadikan Sanden sebagai tempat pengungsian. Hmm... kalau dipikir-pikir memang aneh, padahal Sanden sangat dekat sekali dengan pusat episentrum gempa, tapi malah tidak mengalami kerusakan yang berarti.

Tapi apalah yang tidak mungkin, jika semua berkat perlindungan dan pertolongan Allah. Amien.

25 May 2006

Dopod 818pro

Inilah PDA phone pertamaku yang telah menjadi asisten pribadiku beberapa minggu terakhir ini. Setelah sekian lama membandingkan dan mengumpulkan informasi mengenai beberapa produk PDA. Akhirnya pilihanku jatuh pada Dopod 818pro. PDA phone mungil buatan HTC yang dibungkus dengan merk Dopod ini memang saat ini lagi naik daun. Saat aku membelinya harganya sekitar 5,6jt rupiah, dan keesokan harinya harganya sudah naik menjadi 5,8jt rupiah, saat ini sepertinya sudah menyentuh angka 6,1jt rupiah. Wow, bahkan salah satu toko handphone di kota ku mematok PDA phone ini dengan harga 6,4jt rupiah tidak mau kurang.

Pengalaman pribadiku selama menggunakan Dopod 818pro, memang aku rasakan agak ribet (susah). Mungkin karena dulunya aku hanya terbiasa dengan handphone biasa, yang fungsinya tidak jauh-jauh dari untuk menelpon dan mengirim sms. Dan sekarang aku harus mulai membiasakan diri dengan tampilan Windows Mobile 5 (Pocket PC), susunan menu-menu yang hampir mirip dengan OS Windows untuk PC biasa. Aku perhatikan di WM5, ketika kita menjalankan sebuah aplikasi dan menutupnya maka aplikasi tersebut tidak akan ditutup dalam artian dihentikan, melainkan aplikasi tersebut hanya akan di minimize dan dijalankan sebagai background process. Fungsinya adalah saat program tersebut dipanggil lagi, maka proses loadingnya akan lebih cepat. Awalnya aku amat tidak menyukai proses seperti itu, sehingga aku memasang berbagai macam utilitas untuk menutup secara langsung program-program yang dijalankan. Tapi malah sepertinya PPC ku menjadi lamban karena harus loading terus menerus saat menjalankan sebuah aplikasi.

Hal ini membuat aku merasa sangat tidak puas dengan PPC, dengan kinerjanya yang lamban, dengan GUI nya yang tidak user friendly, semuanya membuat aku mencoba-coba berbagai macam aplikasi hanya untuk membuat aku merasa nyaman dengan PPC ku. Tapi lagi-lagi hasilnya juga tidak maksimal, semua yang aku lakukan kembali membuat PPC ku menjadi tidak stabil, sering hang, dan harus aku soft reset dan hard reset berkali-kali. Ditambah lagi S/N PPC ku tidak dapat didaftarkan di membership website Dopod.


Akses Internet GPRS

Lain soal lagi mengenai akses GPRS, aku pun melakukan hal yang sama, berkali-kali berganti-ganti kartu, mulai dari Bebas, Simpati, Xplor dan yang terakhir aku merasa cukup puas dengan IM3, disamping karena mendapatkan nomor cantik, harga GPRS IM3 juga paling murah (hanya 10 rupiah per KBps) jika dibandingkan provider yang lain yang berkisar antara (15 rupiah s/d 30 rupiah per KBps).

Tapi mungkin memang begitulah jika kita sedang mencoba memahami sebuah barang baru. Kini aku sudah mulai merasa nyaman mempergunakan Dopod 818pro apa adanya, tanpa harus dipasang berbagai macam utilitas atau aplikasi lainnya. Dan dengan sabar aku mencoba menghubungi Dopod support, menanyakan masalah S/N ku yang tidak dapat diregister diwebsite mereka. Akhirnya jawaban yang aku tunggu-tunggu pun tiba. S/N ku akhirnya dikenali diwebsite Dopod dan akupun mendapatkan kepastian bahwa meng-upgrade ROM tidak akan membatalkan garansi.


ROM Upgrade

Setelah membaca benar-benar petunjuk yang diberikan oleh Dopod support, akupun memulai proses ROM upgrade dengan mendownload file ROM baru yang besarnya sekitar 50MB. Meski dengan jantung berdebar-debar, aku memulai proses upgrade yang memakan waktu sekitar 10 menit. Saat itu suasananya sama saja dengan sport jantung, aku tak henti-henti memandangi jam tanganku dan progress bar di PPC dan dilayar monitor komputerku. Saat progress bar mencapai 80% tiba-tiba prosesnya berhenti, aku menjadi sangat gelisah sekali. Tapi aku ingat beberapa tulisan di berbagai forum PDA yang mengatakan bahwa memang sering kali proses upgrade itu terhenti, tapi kita harus tetap sabar saja. Setengah khawatir dan takut aku mencoba untuk tetap sabar menunggu. Akhirnya progress bar kembali berjalan dan berhenti lagi di posisi 95%. Lagi-lagi aku harus menunggu cukup lama, sampai akhirnya tiba-tiba progress bar menunjukkan angka 100%. Dan PPC ku pun restart dengan sendirinya. Finish!

Begitu leganya aku ketika mengetahui proses upgrade telah selesai dan kini PPC ku telah terisi ROM versi terbaru yang mendukung Push Mail. Memang secara keseluruhan tidak ada perubahan yang sangat signifikan, tetapi aku sudah mulai mencintai Dopod 818pro ku ini, tidak seperti sebelumnya, karena dari sisi performance sepertinya mulai membaik. Mudah-mudahan dari sisi yang lain baik stabilitas dan kenyamanannya juga akan terus meningkat. Aku sudah tidak sabar ingin membawa asisten pribadiku ini kembali bekerja besok. Maka bisa aku bandingkan apakah upgrade ini memberikan hasil yang lebih baik daripada sebelum di upgrade.

14 May 2006

The A-Team

The A-Team, adalah sebuah serial TV yang sempat populer ditahun 90'an. Dengan beberapa tokohnya seperti Hannibal Smith, B.A Baracas, Faceman dan Mad Murdock. Tapi bukan itu yang ingin aku bahas saat ini. Memang judulnya saja yang mirip. The A-Team mungkin adalah sinonim dari a team atau satu tim.

Kerjasama tim dalam sebuah perusahaan adalah salah satu faktor penting penunjang keberhasilan suatu perusahaan dalam mencapai sebuah target. Dan hal itu sepertinya memang merupakan faktor yang paling diutamakan, sampai-sampai disebuah surat lamaran aku temukan kalimat "sanggup berkerja dalam tim." Tapi nampaknya tidak semudah itu, kesanggupan seorang yang baru dalam tim belum tentu merupakan kesanggupan tim yang telah ada untuk bekerja sama dengan anggota tim yang baru. Hal itu juga aku lihat dari respon sebuah tim bisnis disebuah perusahaan tender barang, yang menyatakan menolak mentah-mentah masuknya seorang anggota tim baru yang mungkin mereka rasakan tidak cocok. Bahkan beberapa anggota tim yang telah ada menyatakan akan mengundurkan diri jika orang tersebut tetap dimasukkan kedalam tim.

Keluarga bukan tim yang baik?
Lagi-lagi ini sebuah ironi, biasanya tim yang terdiri dari beberapa anggota keluarga harusnya dapat menjadi sebuah tim yang solid. Karena selain satu sama lain memiliki hubungan darah, dan sudah sangat saling mengenal sejak kecil, juga seharusnya ada rasa saling menyayangi dan memperhatikan satu sama lain. Tapi tim yang pernah aku bentuk untuk menjalankan bisnis warnet, yang terdiri dari satu keluarga malah hasilnya sangat mengecewakan. Kecemburuan, rasa iri dan terbawanya konflik-konflik internal keluarga kedalam lingkungan pekerjaan malah membuat tim yang seharusnya tadi solid menjadi berantakan.

Keragaman dalam tim?
Lain cerita lagi, pada lain tim yang juga aku bentuk untuk bidang bisnis IT. Yang terdiri dari beberapa orang yang sama sekali berbeda latar belakang, agama, suku dan tingkat pendidikan. Seolah-olah keragaman tersebut sama sekali malah bukan menjadi faktor penghambat, malah yang muncul adalah saling menghormati dan menghargai antara perbedaan satu sama lain. Hambatan yang muncul paling-paling hanyalah masalah koordinasi dan jadwal yang memang sudah menjadi wajar dalam sebuah tim yang masing-masing anggotanya punya bidang sendiri-sendiri.

Dari dua pengalaman itu aku akhirnya dapat mengambil kesimpulan. Bahwa sebuah tim itu dapat bersatu atau tidak, bukanlah dilihat dari siapa mereka, tapi lebih kepada bagaimana mereka saling menghormati dan menghargai serta bagaimana mereka dapat bekerjasama dengan antara satu dengan yang lain.

11 May 2006

Soeharto: Amnesti Untuk Sang Dalang

Siapa yang tidak kenal dengan bapak pembangunan? Zaman orde baru dulu, anak kelas satu SD pun sudah diberitahu siapa itu bapak pembangunan. Soeharto, tidak bisa dipungkiri presiden yang menjabat selama 32 tahun ini telah banyak membangun untuk ibu pertiwi. Terlepas dari apa dan bagaimana hasil dari pembangunan tersebut, rasanya hidup dijaman orde baru masih terasa sangat tenang jika dibandingkan dengan era reformasi ini.

Tak pelak lagi akhirnya semua kekacauan ini dibebankan kepada Soeharto, sebagai sang dalang dari penyebab runtuhnya ekonomi, dijualnya aset negara, disintegrasinya Timor Timur, menumpuknya hutang, tingginya harga minyak, korupsi, kolusi dan nepotisme. Jadilah sang dalang tersangka utama dari puncak korupsi, yang sampai kini tak kunjung terbukti dan dapat disidangkan karena alasan kesehatan. Caci maki, hinaan, cemooh bahkan ancaman juga hujatan datang dari berbagai pihak pada sang dalang. Hmmm... apakah sudah seburuk itu? apakah tidak ada hal yang baik yang pernah dilakukan sang dalang selama menjadi presiden, dan bukankah kejadian-kejadian buruk yang menimpa Indonesia itu terjadi malah setelah sang dalang lengser.

Yah, mungkin hanya segelintir elit politik kita yang masih bisa merasakan betapa baiknya sang dalang. Dan kini akhirnya sebuah pernyataan untuk memberikan amnesti pada sang dalang dan pemulihan nama baik tercetus dari mulut presiden SBY, diamini oleh MPR dan DPR. Adakah ini sebuah pertanda baik, dimana akhirnya bangsa ini bisa menghargai seorang pahlawan?

Tapi bagaimana dengan Endrico Gueteres? bukankah dia juga harusnya disebut sebagai seorang pahlawan? Setelah berjuang mati-matian demi integrasi Timor-Timur kini dia harus mendekam 10 tahun dipenjara. Tapi apalah artinya penjara, matipun saya rela... begitu ucapnya sebelum divonis masuk penjara.

Agaknya bangsa ini masih banyak sekali perlu belajar. Bahkan diri kita sendiri masing-masing masih banyak harus belajar, belajar untuk menghargai orang lain, belajar untuk memaafkan kesalahan orang lain, dan belajar untuk mengerti dulu sebelum bertindak.

10 May 2006

PDA Pilihan

Akhir-akhir ini PDA (Personal Data Asistance) sepertinya mulai kerap menemani orang-orang dengan jadwal kesibukan yang tinggi. Tapi ternyata tidak semudah itu untuk memiliki sebuah PDA, sesuai pengalamanku, hampir setengah bulan lebih aku masih kebingungan menjatuhkan pilihan ke PDA merk dan jenis apa.

Audiovox Thera, O2 XDA II, Ipaq 6536, Ipag 6550, O2 XDA IIi, Dopod 818pro dan Eten M600. Spesfikasi, multimedia, processor, Wi-Fi, kamera, ROM/RAM, dan WM, menjadi bahan pertimbangan yang berulang kali membuat aku goyah untuk menjatuhkan pilihan ke salah satu produk PDA. Selalu saja setiap produk memiliki kekurangan sekaligus kelebihan dibandingkan dengan merk yang lain.

Awalnya aku memilih Audiovox Thera, karena aku pikir inilah PDA yang paling murah. Meski menggunakan injeksi CDMA sepertinya tidak masalah, karena koneksi internet CDMA lebih cepat dibandingkan dengan GPRS. Tapi ternyata Audiovox Thera adalah barang refurbished, dan sering bermasalah dengan modemnya, juga untuk telepon harus menggunakan loudspeaker. Aduh mati kalo harus terima telpon rahasia ditengah orang banyak, masa harus repot memasang handsfree dulu.

Lalu aku meyakinkan diri untuk memilih O2 XDA II, kurasa sudah cukup dengan spesifikasi yang cukup tinggi dan bentuk yang lebih menarik dengan harga yang masih terjangkau. Sekaligus salah seorang temanku sudah memilikinya dan sepertinya performance nya cukup baik, yang jelas software-software untuk O2 XDA II sepertinya sudah banyak beredar. Tapi saat aku sudah mulai mensurvey pasar mencari O2 XDA II seken, aku tiba-tiba menjadi bimbang karena O2 II tidak memiliki fitur Wi-Fi.

Pilihan kemudian jatuh pada Ipaq 6365, karena selain harganya kurang lebih dengan O2 II, meski processornya agak lamban. Ipaq 6365 mempunya fitur Wi-Fi. Tapi karena desain bentuknya kurang menarik dan juga masih menggunakan antena. Aku menjadi tidak yakin untuk membelinya. Meskipun Ipaq 6365 punya fitur menarik lainnya yaitu QWERTY keyboard yang dapat dipasang atau dilepas.

Akhirnya aku memberanikan diri untuk menaikkan budget, sehingga aku bisa menjatuhkan pilihan pada O2 XDA IIi, yang mempunyai processor cepat, ROM/RAM yang besar dan yang terpenting sudah ada Wi-Fi. Saat gencar melakukan tawar menawar dengan salah satu toko yang kebetulan menjual O2 XDA IIi ini dengan harga yang cukup tinggi, aku mendapatkan informasi tentang produk Dopod818pro yang harganya kurang lebih sama. Dan sudah menggunakan sistem operasi WM5 dan kameranya 2MP. Sementara O2 XDA IIi hanya menggunakan sistem oprasi WM2003SE dan kameranya 1.3MP. Satu-satunya kelemahan yang dipunyai Dopod818pro hanyalah pada kecepatan processor yang hanya 200Mhz, jika dibandingkan dengan O2 XDA IIi yang kecepatannya mencapai 518Mhz.

Tapi saat aku sudah mulai memantapkan diri mengambil Dopod818pro, muncul lagi pilihan lain ETEN M600, hanya saja sayangnya processornya menggunakan SAMSUNG, sehingga aku agak kurang percaya.

Well...well...sampai disitu aku mulai menyadari bahwa jika aku mengejar fitur dan spesifikasi saja sepertinya, sampai kapanpun aku tidak akan bisa menjatuhkan pilihan. Lalu aku mulai berpikir kira-kira untuk apa sih penggunaannya. Dan akhirnya aku berhasil memilih salah satu diantara sekian banyak PDA...tapi apakah aku sudah yakin?

04 May 2006

Pembantu Pribadi

Ditengah berbagai kesibukan dan kelelahan kadang selalu saja ada yang terlupakan. Berulang kali aku melupakan janji dengan seseorang, melupakan password administrator yang jumlahnya hampir ratusan dibeberapa tempat, kantor yang pernah aku seting. Semua terjadi dan kini sudah sangat mengganggu. Buku catatan yang sering aku bawa kemana-manapun kadang tidak memungkinkan bagiku untuk mencatat sebuah password disana, karena alasan keamanan. Buku tidak memiliki password atau enkripsi data yang bisa mengamankan apa yang aku tulis disana.

Ini sepertinya sudah saat yang urgent untuk mempunyai sebuah pembantu pribadi. Personal Data Asistance (PDA), ya sebuah komputer saku yang mampu mencatat dan mengamankan semua informasi-informasi yang aku butuhkan setiap saat. Aman, rahasia dan hmm... sepertinya untuk kata diandalkan masih belum bisa aku cantumkan, seperti biasa aku tidak mempercayai mesin 100%.

Sesuai dengan budged yang aku sediakan pilihan pertamaku jatuh pada O2 XDA II. Komputer saku dengan processor IntelXScale 400Mhz ini adalah yang cukup cepat dan memiliki slot ekspansi yang cukup, meskipun kekurangannya adalah pada fitur WiFi. Memang ada O2 XDA IIi yang sudah memiliki fitur WiFi, tapi selain budged ku tidak mencukupi, aku pikir koneksi internet via WiFi masih sulit didapatkan saat ini. Jadi aku tetap memilih untuk menggunakan koneksi via GPRS (64Kbps) saja dan jika perlu koneksi yang lebih cepat cukup disambung dengan bluetoth modem pada ponsel Nokia 6255 CDMA (185Kbps). Atau jika memang benar-benar perlu WiFi, maka cukup membeli sandisk SD-WiFi, yang harganya masih terjangkau.

Pilihan selanjutnya adalah HP Ipaq 6365 yang menggunakan processor Ti-OMAP 186Mhz (dual core processor). Kenapa? Banyak orang juga akhirnya kebingungan antara kedua pilihan ini. Gara-gara fitur WiFi dan baterai hemat yang dimiliki oleh Ipaq 6365. Tapi secara keseluruhan, mulai dari processor, camera dan lain-lainnya pada Ipaq 6365 tertinggal jauh dan kelemahan-kelehaman ini tidak bisa digantikan/ditambahkan seperti kelemahan tidak adanya WiFi pada XDA II.

Mungkin inilah salah satu alasan aku memilih XDA II dibandingkan Ipaq 6365 untuk menjadi pembantu pribadi.