www.flickr.com

02 June 2006

Embun Pagi

Pagi ini ku coba awali hariku dengan lebih baik dan memperbaiki apa-apa saja yang memang seharusnya aku lakukan. Ku awali hariku dengan membersihkan diri dan berwudhu, dinginnya air sempat membuatku terkejut, namun tetap aku niatkan untuk terus melanjutkannya. Kulanjutkan dengan menghadap pada-Nya dalam dua raka'at, tak lupa aku terus bersyukur dan berterima kasih atas semua rejeki yang telah diberikan-Nya padaku dan keluargaku, serta memohon perlindungan dan keteguhan hati agar aku mampu terus melaksanakan hal ini.

Kulihat keluar matahari pagi belum lagi keluar dari peraduannya. Apalagi yang harus ku lakukan? Kukenakan jaket biru gelap yang sudah usang, yang dulu telah menemaniku bekerja selama bertahun-tahun, akhirnya aku mendapatkan alasan yang tepat untuk kembali menggunakannya. Akupun berjalan keluar dari rumah, dingin, segar, udara pagi hari yang masih bersih, bebas dari polusi dan dengan aromanya yang khas, kuhirup dalam-dalam memenuhi rongga paru-paruku yang mungkin telah berbulan-bulan tak pernah merasakan udara sebersih ini. Mataku yang kesehariannya selalu memandang lelah layar monitor, kertas-kertas kerja, hiruk pikuknya lalu lintas kota Banjarmasin, kini seolah benar-benar mendapatkan terapi yang paling mujarab, yaitu memandangi hijaunya rerumputan, beningnya embun pagi dan pepohonan. Telingaku seolah dibisiki suara-suara yang merdu, melodi alam yang menentramkan jiwa dan pikiran, kicau burung pagi, suara-suara katak yang bersahutan di pinggiran sawah. Nikmatnya.

Tak ingin berlama-lama termenung mengagumi dan merasakan terapi alam ini. Aku segera mengambil sebuah sapu lidi dan mulai membersihkan halaman depan rumahku. Gurat-gurat bilah lidi yang membekas di tanah mengingatkanku pada sesuatu, halaman rumahku orang tuaku, dimana dulu setiap pagi bapak selalu menyempatkan diri untuk menyapu halaman depan rumah, juga jauh disana dulu saat aku masih kecil, gurat-gurat yang sama pernah aku lihat dihalaman depan rumah mbah kakung di Sanden, Bantul, Jogjakarta. Guratan lidi yang semula tiada artinya itu, kini menjadi sebuah nostalgia yang mengingatkanku pada mbah kakung dan bapak. Bagai sebuah guratan perjalan hidup, semua diawali pada guratan sapu lidi dihalaman.

Beberapa tetangga juga telah nampak terlihat berjalan-jalan sampai ke ujung komplek lalu kembali lagi. Cuek? Ya Allah kuatkan aku, aku tidak ingin menjadi cuek seperti dulu lagi. Senyum! kuberikan senyum yang terikhlas yang mampun aku berikan, ku sapa mereka. Subhanallah nikamat sekali, menyaksikan senyum mereka dan balasan sapaan mereka. Alhamdulillah aku mampu mengawali hari ini dengan silaturrahmi yang mungkin selama ini tidak pernah benar-benar aku lakukan dan selalu terkesan seadanya.

Istri tercintaku pun mulai merapikan dan merawat bunga-bunga dan tanamannya dihalaman. Kami berbincang-bincang, bercengkrama layaknya dua orang sahabat yang tidak bertemu sekian lama. Hal yang selama ini jarang sekali kami lakukan, walaupun itu hanya sekedar berbincang-bincang. Selama ini aku selalu melupakannya, aku hanya sibuk mempersiapkan apa yang harus aku kerjakan dikantor, terburu-buru berpakaian lalu cepat-cepat menyantap makanan pagi dan segera pergi. Tapi kini aku punya banyak waktu untuk berbincang-bincang dengan istriku sebelum berangkat ke kantor pagi ini.

Aku kembali kedalam rumah. Sikecil Alya masih tidur dengan pulasnya. Biarlah aku tak ingin mengganggunya, meskipun aku kangen sekali dengan tawa dan tingkahnya. Karena tadi malam saat aku pulang kerumah dia sudah tidur.

Matahari mulai keluar dari peraduannya, ku buka jendela ruang kerjaku, yang tepat menghadap ke arah timur. Udara sejuk dan sinar matahari segera menembus masuk menyegarkan dan menghangatkan ruangan kerjaku. Sangat kontradiktif sekali, biasanya aku selalu mengusahakan agar ruangan tersebut minim terhadap cahaya dan lembab, mungkin dulu aku lebih menyenangi suasana seperti itu. Tapi kini rasanya segar dan hangat ini lebih nyaman kurasakan.

Aku cek satu persatu handphone, PDA dan notebook, mana baterenya yang hampir habis dan aku charge semuanya. Aku ingin tidak satupun dari peralatan kerjaku ini yang nanti kehabisan batere saat dipergunakan. Segelas teh hangat telah disuguhkan oleh istriku. Ya Allah, terima kasih kau telah berikan aku hidup dan kehidupan yang teramat nikmat ini, seolah telah kau berikan surga kedalam hidupku. Berikanlah hambamu ini kekuatan dan kemudahan untuk terus dan terus merasakan kehidupan yang penuh nikmat ini. Amien.

0 Comments:

Post a Comment

<< Home