www.flickr.com

14 May 2006

The A-Team

The A-Team, adalah sebuah serial TV yang sempat populer ditahun 90'an. Dengan beberapa tokohnya seperti Hannibal Smith, B.A Baracas, Faceman dan Mad Murdock. Tapi bukan itu yang ingin aku bahas saat ini. Memang judulnya saja yang mirip. The A-Team mungkin adalah sinonim dari a team atau satu tim.

Kerjasama tim dalam sebuah perusahaan adalah salah satu faktor penting penunjang keberhasilan suatu perusahaan dalam mencapai sebuah target. Dan hal itu sepertinya memang merupakan faktor yang paling diutamakan, sampai-sampai disebuah surat lamaran aku temukan kalimat "sanggup berkerja dalam tim." Tapi nampaknya tidak semudah itu, kesanggupan seorang yang baru dalam tim belum tentu merupakan kesanggupan tim yang telah ada untuk bekerja sama dengan anggota tim yang baru. Hal itu juga aku lihat dari respon sebuah tim bisnis disebuah perusahaan tender barang, yang menyatakan menolak mentah-mentah masuknya seorang anggota tim baru yang mungkin mereka rasakan tidak cocok. Bahkan beberapa anggota tim yang telah ada menyatakan akan mengundurkan diri jika orang tersebut tetap dimasukkan kedalam tim.

Keluarga bukan tim yang baik?
Lagi-lagi ini sebuah ironi, biasanya tim yang terdiri dari beberapa anggota keluarga harusnya dapat menjadi sebuah tim yang solid. Karena selain satu sama lain memiliki hubungan darah, dan sudah sangat saling mengenal sejak kecil, juga seharusnya ada rasa saling menyayangi dan memperhatikan satu sama lain. Tapi tim yang pernah aku bentuk untuk menjalankan bisnis warnet, yang terdiri dari satu keluarga malah hasilnya sangat mengecewakan. Kecemburuan, rasa iri dan terbawanya konflik-konflik internal keluarga kedalam lingkungan pekerjaan malah membuat tim yang seharusnya tadi solid menjadi berantakan.

Keragaman dalam tim?
Lain cerita lagi, pada lain tim yang juga aku bentuk untuk bidang bisnis IT. Yang terdiri dari beberapa orang yang sama sekali berbeda latar belakang, agama, suku dan tingkat pendidikan. Seolah-olah keragaman tersebut sama sekali malah bukan menjadi faktor penghambat, malah yang muncul adalah saling menghormati dan menghargai antara perbedaan satu sama lain. Hambatan yang muncul paling-paling hanyalah masalah koordinasi dan jadwal yang memang sudah menjadi wajar dalam sebuah tim yang masing-masing anggotanya punya bidang sendiri-sendiri.

Dari dua pengalaman itu aku akhirnya dapat mengambil kesimpulan. Bahwa sebuah tim itu dapat bersatu atau tidak, bukanlah dilihat dari siapa mereka, tapi lebih kepada bagaimana mereka saling menghormati dan menghargai serta bagaimana mereka dapat bekerjasama dengan antara satu dengan yang lain.

1 Comments:

At 30/5/06 14:52, Anonymous Anonymous said...

B.A Baracus bukan baracas *slaah kteik*

 

Post a Comment

<< Home