www.flickr.com

28 December 2005

Formalin

Formalin inilah teknik membunuh dengan cara yang lezat, sedap dan enak.

Beberapa hari belakangan ini mulai dari TV, koran, radio sampai kaum ibu-ibu ramai membicarakan formalin. Buntutnya panganan yang dicurigai mengandung formalin mulai dihindari, seperti tahu, bakso dan ikan asin. Padahal siapa sih yang tidak suka makan tahu, makan bakso dan makan ikan asin. Bahkan ada rekan saya dari Jerman, bela-belain datang ke Indonesia untuk beli ikan asin.

Celaka tiga belas mungkin itu kata yang tepat, negeri yang kini tengah dilanda krisis ekonomi karena naiknya harga BBM, yang mengakibatkan kekurangan pangan dan gizi buruk diberbagai daerah. Kini pangan-panganan yang boleh dibilang paling sering dikonsumsi oleh masyarakat menengah kebawah kebanyakan mengandung formalin. Zat beracun yang dapat mengakibatkan berbagai penyakit, kanker dan bahkan kematian. Tapi pemerintah sendiri setelah mengeluarkan pengumuman, belum juga bertindak apa-apa.

Padahal sesuai peraturan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 722/Menkes/Per/IX/1988, Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 254/MPP/Kep/7/2000. Formalin hanya boleh di import oleh Importir Produsen Bahan Berbahaya (IP-B2) untuk kebutuhan sendiri, atau oleh Importir Terdaftar Bahan Berbahaya (IT-B2) bukan produsen pemilik Angka Pengenal Importir Umum (API-U) yang berhak mendistribusikan ke Badan Usaha sesuai dengan peruntukannya dan tidak boleh diperjual/belikan.

Lalu bagaimana formalin bisa sampai ketangan tukang tahu, tukang bakso dan bahkan nelayan pembuat ikan asin? Itulah salah satu PR yang harus segera diselesaikan oleh pemerintah, sebelum melakukan razia formalin kesetiap penjuru pasar bahkan ke tukang-tukang bakso keliling. Karena kita sama-sama tau untuk melakukan razia pasar seperti itu membutuhkan waktu yang lama dan biaya yang besar. Jadi buat apa buang-buang waktu dan uang untuk melakukan razia seperti itu.

Siapa yang salah?

Yang jelas bukan tukang bakso, bukan tukang tahun dan bukan nelayan pembuat ikan asin. Karena kalau tidak ada yang jualan formalin tentunya mereka tidak akan tau harus beli kemana. Yang salah adalah pemerintah, telah lalai dalam mengawasi pendistribusian zat kimia berbahaya tersebut. Hmm... itulah Indonesia.