www.flickr.com

27 June 2006

Pemko Banjarmasin Melirik Restribusi Infokom

Menarik meskipun bukan hal yang baru, tapi ini adalah hal yang menarik dari perihal melirik. Akhirnya Dinas Infomasi dan Komunikasi dibawah pak Bambang mulai menunjukkan giginya, meskipun masih berlindung atas nama pak Yudhi. Ada apa gerangan? disaat predikat kota terjorok disandang oleh Banjarmasin, masih sempat saja Disinfokom mengeluarkan surat edaran mengenai restribusi untuk usaha yang berhubungan dengan infomasi dan teknologi, dengan besar sesuai kemampuan.

Restribusi sebenarnya tidak masalah, jika memang itu sangat dibutuhkan oleh kota yang terjorok ini. Tapi besarnya itu berapa? dan siapa yang akan mengukur kemampuan untuk besarnya restribusi tersebut?

Bisa saja semua warnet akhirnya menyatakan diri sebagai pihak yang tidak mampu. Atau nanti ada salah satu warnet yang menjadi sapi perahan dan warnet lain yang berongkang-ongkang kaki karena sudah kongkalingkong. Pemuatan kata sesuai kemampuan itu malah menjadi lahan buram yang bisa menjadi ajang KKN yang sangat ini setengah mati berusaha kita berantas.

Berapa yang Disinfokom harapkan untuk didapatkan dari hasil restribusi ini? mungkin itulah yang akan menjadi tolak ukur nanti berapa kira-kira nominal semampunya bagi tiap warnet. Tapi bagaimana nanti penerapan dan mekanisme pemungutannya? Dan untuk apa nanti dana restribusi tersebut dipergunakan?

Surat edaran tanpa adanya sosialisasi, mungkin itulah kunci utamanya. Disaat-saat seperti ini tentunya orang akan sangat kritis sekali menanggapi segala sesuatu yang berhubungan dengan duit. Apalagi soal bayar membayar yang tak jelas untuk siapa dan kemana uangnya akan dipakai.

Semoga saja pihak Pemko, khususnya Disinfokom bisa menjadi lebih bijak sendikit. Untuk setidaknya melakukan sosialisasi mengenai masalah ini. Dan tidak menjadi begitu arogan main pasang upeti tanpa menjelaskan apa maksud dari upeti itu. Pemerintah seharusnya adalah pelayan masyarakat, bukan malah menjadi pengatur masyarakat apalagi penjajah.

18 June 2006

Menuju Islam Sebenarnya

Aku memang sudah mulai melakukan shalat, sudah mulai meninggalkan yang mungkar dan menjalankan yang ma'ruf. Tapi didalam ibadah ku, ditiap shalatku dan do'a ku aku merasakan ada sesuatu yang kurang. Sesuatu yang aku rasakan hampa dan tiada arti. Beberapa hari ini aku renungi dan aku mulai temukan jawabannya mengapa...

Ditiap shalatku aku berniat, aku membaca ayat-ayat suci Al-Quran, tapi aku tidak mengetahui apa artinya. Lafazh dalam bahasa Arab yang keluar dari mulutku sama sekali aku tidak tau apa artinya. Do'a yang aku panjatkan juga sama sekali aku tidak memahami apa yang aku minta kepada Allah, meskipun aku hafal betul do'a tersebut dalam bahasa Arab.

Ya Allah, mungkin inikah yang membuat shalat ku, do'a ku dan tadarus ku selalu terasa hampa? Aku dapat membaca huruf-huruf dalam Al-Quran, aku hafal beberapa surah, tapi aku tidak mengerti artinya. Masyaallah... apakah itu yang selama ini setelah sekian tahun ini membuat aku tidak pernah benar-benar dapat memahami 100% apa arti dari ibadah yang aku lakukan selama ini. Lebih dari 20 tahun, baru kali ini aku tersadar. Itulah salah satu kesalahanku, aku mengerti Islam, aku menjalankan Islam, tapi aku tidak memahaminya.

Karena itulah aku akhirnya kembali memulai untuk meng-Islamisasi diriku. Memulai langkah yang menuju Islam yang sebenarnya. Islam yang aku mengerti, aku hafal, aku amalkan dan aku pahami. Aku memulainya dengan membaca kembali buku-buku ajaran agama Islam, mulai semuanya dari awal lagi, tidak hanya untuk menghafal lafaznya saja tapi juga untuk memahami arti dari tafsirnya, mulai dari yang terkecil, mulai dari niat wudhu apa arti dan maksud dari niat itu, dan seterusnya aku ingin mengerti dari semua apa yang aku lafaz kan saat aku sholat, saat aku berdo'a sampai saat aku tadarus... aku ingin memahami semuanya.

Aku akan memulai perjalanan menuju islam ini sendirian, tapi aku tidak ingin menyimpannya untuk diriku sendiri, aku ingin berbagai untuk saudaraku yang mungkin juga saat ini merasakan hal yang sama, yang juga beribadah dalam kehampaan. Untuk sambil memulai perjalanan ini aku telah memperiapkan sebuah situs lain, sebagai catatan dari hasil perjalanku, semoga bermanfaat bagi orang lain, semoga dapat menjadi koreksi pula bagi diriku kelak. Amin.

Islamisasi: Menuju Islam Sebenarnya. adalah situs yang aku persiapkan sebagai situs yang akan menjadi catatan dari tiap langkahku menuju Islam sebenarnya, dan semoga situs ini akan bermanfaat kelak bagi umat.

13 June 2006

Siapa Aku Ini?

Siapa aku ini? sekilas sangat mudah sekali untuk menjawabnya. Aku adalah si A... aku adalah si B... namun jika kita coba memahami lebih dalam makna pertanyaan itu, siapakah aku ini, bukan siapa namamu, atau apa statusmu, tapi siapa kamu ini? Aku adalah papah dari anak ku, tapi apakah aku sudah benar-benar menjadi seorang papah yang baik? aku adalah suami dari istriku, tapi apakah aku sudah menjadi suami yang baik? aku adalah hamba Allah SWT, heh... tapi apakah aku sudah menjadi hamba yang benar-benar taat?

Islam KTP, menyedihkan sekali mendengar istilah tersebut Islam hanya sebagai status. Sama halnya seperti kata suami yang hanya sebagai status jika kita berada dirumah. Masyaallah, inilah fakta yang saat ini terjadi disekeliling kita semua.

Sehingga sangat tepat sekali jika kita bertanya pada diri kita masing-masing, 'siapa aku ini?' dan mulailah menjawab dengan sejujur-jujurnya. Karena kebanyakan dari kita hanya mengatakan bahwa aku adalah Islam, tapi kita tidak pernah sholat atau menjalankan ibadah lainnya. Aku adalah pria beristri namun masih saja tetap berhubungan dengan banyak wanita lain yang bukan muhrim. Jadi sepertinya kita sendiri saja malah sudah tidak mengenali diri sendiri lagi. Lalu bagaimana kita ingin dapat mengenal-Nya? jika mengenali diri sendiri saja sudah tidak bisa?

Dari kenyataan tersebut aku akhirnya menyadari, kenapa selama ini aku tidak dapat benar-benar mengenali Allah, dan mencintai serta dicintainya. Karena untuk mengenali diriku sendiri yang sebenarnya saja aku tidak bisa. Sehingga untuk memulai mengenal Allah, mulailah mengenali diri sendiri dulu, dan jika kita sudah bisa mengatakan dan mengenali diri kita sebenarnya. Mengetahui semua kekhilafan dan kekufuran kita serta bertobat untuk tidak mengulanginya lagi. Barulah kita dapat mengenal Allah.

Jadi jangan harap kamu dapat mengenal Allah, jika untuk mengenali dirimu sendiri saja kamu masih belum mampu.

02 June 2006

Embun Pagi

Pagi ini ku coba awali hariku dengan lebih baik dan memperbaiki apa-apa saja yang memang seharusnya aku lakukan. Ku awali hariku dengan membersihkan diri dan berwudhu, dinginnya air sempat membuatku terkejut, namun tetap aku niatkan untuk terus melanjutkannya. Kulanjutkan dengan menghadap pada-Nya dalam dua raka'at, tak lupa aku terus bersyukur dan berterima kasih atas semua rejeki yang telah diberikan-Nya padaku dan keluargaku, serta memohon perlindungan dan keteguhan hati agar aku mampu terus melaksanakan hal ini.

Kulihat keluar matahari pagi belum lagi keluar dari peraduannya. Apalagi yang harus ku lakukan? Kukenakan jaket biru gelap yang sudah usang, yang dulu telah menemaniku bekerja selama bertahun-tahun, akhirnya aku mendapatkan alasan yang tepat untuk kembali menggunakannya. Akupun berjalan keluar dari rumah, dingin, segar, udara pagi hari yang masih bersih, bebas dari polusi dan dengan aromanya yang khas, kuhirup dalam-dalam memenuhi rongga paru-paruku yang mungkin telah berbulan-bulan tak pernah merasakan udara sebersih ini. Mataku yang kesehariannya selalu memandang lelah layar monitor, kertas-kertas kerja, hiruk pikuknya lalu lintas kota Banjarmasin, kini seolah benar-benar mendapatkan terapi yang paling mujarab, yaitu memandangi hijaunya rerumputan, beningnya embun pagi dan pepohonan. Telingaku seolah dibisiki suara-suara yang merdu, melodi alam yang menentramkan jiwa dan pikiran, kicau burung pagi, suara-suara katak yang bersahutan di pinggiran sawah. Nikmatnya.

Tak ingin berlama-lama termenung mengagumi dan merasakan terapi alam ini. Aku segera mengambil sebuah sapu lidi dan mulai membersihkan halaman depan rumahku. Gurat-gurat bilah lidi yang membekas di tanah mengingatkanku pada sesuatu, halaman rumahku orang tuaku, dimana dulu setiap pagi bapak selalu menyempatkan diri untuk menyapu halaman depan rumah, juga jauh disana dulu saat aku masih kecil, gurat-gurat yang sama pernah aku lihat dihalaman depan rumah mbah kakung di Sanden, Bantul, Jogjakarta. Guratan lidi yang semula tiada artinya itu, kini menjadi sebuah nostalgia yang mengingatkanku pada mbah kakung dan bapak. Bagai sebuah guratan perjalan hidup, semua diawali pada guratan sapu lidi dihalaman.

Beberapa tetangga juga telah nampak terlihat berjalan-jalan sampai ke ujung komplek lalu kembali lagi. Cuek? Ya Allah kuatkan aku, aku tidak ingin menjadi cuek seperti dulu lagi. Senyum! kuberikan senyum yang terikhlas yang mampun aku berikan, ku sapa mereka. Subhanallah nikamat sekali, menyaksikan senyum mereka dan balasan sapaan mereka. Alhamdulillah aku mampu mengawali hari ini dengan silaturrahmi yang mungkin selama ini tidak pernah benar-benar aku lakukan dan selalu terkesan seadanya.

Istri tercintaku pun mulai merapikan dan merawat bunga-bunga dan tanamannya dihalaman. Kami berbincang-bincang, bercengkrama layaknya dua orang sahabat yang tidak bertemu sekian lama. Hal yang selama ini jarang sekali kami lakukan, walaupun itu hanya sekedar berbincang-bincang. Selama ini aku selalu melupakannya, aku hanya sibuk mempersiapkan apa yang harus aku kerjakan dikantor, terburu-buru berpakaian lalu cepat-cepat menyantap makanan pagi dan segera pergi. Tapi kini aku punya banyak waktu untuk berbincang-bincang dengan istriku sebelum berangkat ke kantor pagi ini.

Aku kembali kedalam rumah. Sikecil Alya masih tidur dengan pulasnya. Biarlah aku tak ingin mengganggunya, meskipun aku kangen sekali dengan tawa dan tingkahnya. Karena tadi malam saat aku pulang kerumah dia sudah tidur.

Matahari mulai keluar dari peraduannya, ku buka jendela ruang kerjaku, yang tepat menghadap ke arah timur. Udara sejuk dan sinar matahari segera menembus masuk menyegarkan dan menghangatkan ruangan kerjaku. Sangat kontradiktif sekali, biasanya aku selalu mengusahakan agar ruangan tersebut minim terhadap cahaya dan lembab, mungkin dulu aku lebih menyenangi suasana seperti itu. Tapi kini rasanya segar dan hangat ini lebih nyaman kurasakan.

Aku cek satu persatu handphone, PDA dan notebook, mana baterenya yang hampir habis dan aku charge semuanya. Aku ingin tidak satupun dari peralatan kerjaku ini yang nanti kehabisan batere saat dipergunakan. Segelas teh hangat telah disuguhkan oleh istriku. Ya Allah, terima kasih kau telah berikan aku hidup dan kehidupan yang teramat nikmat ini, seolah telah kau berikan surga kedalam hidupku. Berikanlah hambamu ini kekuatan dan kemudahan untuk terus dan terus merasakan kehidupan yang penuh nikmat ini. Amien.