www.flickr.com

27 July 2005

Old Brother

Senin Malam, sekitar jam sembilan malam...

Memang ini bukan kebiasaanku menerima telpon (selain emergency call dari kantor) pada malam hari. Tapi malam ini terjadi pengecualian... dia (seluruh kata dia dalam halam ini adalah) sahabat lama ku... seorang rekan dari yang pernah membuat sensasi di dunia hacker Indonesia vs Singapura, sekitar 4 tahun yang lalu. Dan satu-satunya hacker yang pernah di ektradisi antar negara *doh*

Suara khas Jawa itu masih terdengar fasih malam hampir-hampir tidak bisa disangka bahwa setelah bertahun-tahun kuliah di Canada, dialeg dan bahasa medok itu tak pernah hilang. Mudah-mudahan begitu pula dengan tubuh gendutnya ^_^ --- Hanya saja aku merasakan ada satu yang berubah yaitu sifatnya, mungkin tepatnya bertambah, dari dulu seorang yang keras kepala dan pemarah, kini meskipun tetap pemarah tapi dia telah berubah menjadi seorang yang benar-benar dewasa. Berkali-kali aku sempat terkagum-kagum, dengan pola pikir dan pandangannya yang sangat-sangat produktif dan memandang jauh kedepan.

Hari ini kami berbicara banyak, layaknya seorang sahabat yang tidak pernah saling berkomunikasi selama bertahun-tahun. Mulai dari saling bertanya kabar, cerita mengenai rekan-rekan dahulu yang lain. Sampai ... dia menawarkan sebuah bisnis baru, bisnis yang hampir-hampir tidak begitu aku perhatikan selama ini. Dan dia sepertinya serius. Ini akan menjadi sebuah momentum baru, memang aku sangat menyukai membangun bisnis-bisnis baru (bahkan saat makan siang tadi, Joe telah mencerahiku dengan idenya akan sebuah bisnis baru lainnya yang cukup fantastis), dan sepertinya ini seolah telah menjadi jalan hidupku, bukan menjadi seorang pekerja karir, melainkan menjadi pejuang, membangun bisnis demi bisnis.

Tak terkecuali untuk bisnis yang dia tawarkan ini, akupun tak akan menyiakan waktuku untuk melalukan penjajakan tahap awal prospek bisnis ini. Karena ku pikir tak ada salahnya untuk tetap terus berpikir positif dan optimis. Disamping karena aku percaya pada dia, dan diapun percaya padaku, sebagai seorang sahabat yang telah saling mengenal selama bertahun-tahun. Ini benar-benar akan menjadi sebuah sensasi baru dari dia untuk Indonesia, seperti yang pernah dilakukannya 4 tahun yang lalu.

Tak terasa hampir satu jam lebih kami saling berbicara diantara serius dan tawa. Mungkin inilah arti sahabat tak hilang oleh waktu dan jarak. Dan kejujuran serta kepercayaan yang menyertainya adalah tali pengikat yang semakin mempersingkat waktu dan memperpendek jarak... antara dua orang sahabat.

TRUST BECAUSE WE'RE BROTHER!

26 July 2005

Goes to Jakarta?

(for someone/somegroup that too much care about me...)

Ini adalah kesekian kalinya tawaran itu datang... goes to Jakarta?

Beberapa bulan dan tahun yang lalu tawaran demi tawaran pekerjaan dan posisi yang krusial pernah kuterima, dan beberapa hari yang lalu tawaran itu kembali terjadi lagi. Dengan jenis pekerjaan yang berbeda, posisi yang berbeda bidang pekerjaan yang relatif sama (IT Security), oleh orang yang berbeda, namun tempat dan tujuan yang sama yaitu Jakarta.

Berapa tahun yang lalu tawaran dari beberapa ISP di Jakarta, untuk menjadi administrator aku tolak dengan alasan ...

Lalu tak berselang lama tawaran security advisor dari sebuah bank milik pemerintah di Jakarta juga aku tolak dengan alasan ...

Juga sebuah tawaran dari BUMN di Jakarta juga aku tolak dengan alasan ...

Lagi-lagi tawaran yang disertai dengan pemaksaan oleh sebuah badan intelejen di Jakarta (meski harus melalui perjanjian khusus) juga aku tolak dengan alasan ...

Beberapa bulan yang lalu juga ada tawaran dari sebuah televisi swasta di Jakarta saat terjadinya Tsunami di Aceh juga aku tolak dengan alasan ...

Dan tepat beberapa hari yang lalu tawaran dari sebuah komisi independen berkantor di Jakarta yang lagi gencar mencari sosok-sosok tanpa dosa untuk membangun negara, kembali aku tolak dengan alasan ...

Apa alasannya?

Semua mengharuskanku untuk berangkat dan menetap di Jakarta. Fasilitas, gajih yang tinggi, jaminan hidup, semua paket-paket seperti itu sudah bukan hal yang asing lagi dijadikan pemanis. Tapi kenapa semua tetap aku tolak? aku sendiri sering kebingungan dan selalu dihadapkan oleh tantangan antara karir ataukah idealisme? atau mungkin juga egoisme. Entahlah, semua tawaran, posisi dan iming-iming itu memang terlalu menggoda untuk di tolak... tapi setiap saja terdapat kata harus berangkat atau menetap di Jakarta... semua terasa hambar.

Idealisme atau egoisme?

Silahkan menilai sendiri. Aku sangat mencintai Banjarmasin, jika aku harus berkarir atau berkarya disinilah tempatku. Aku sadar dan sangat sadar, Jakarta adalah tempat yang sangat-sangat cocok untuk orang-orang sepertiku, untuk mengejar ketenaran, karir dan uang. Karena disanalah mereka semua berkumpul. Tapi haruskah seperti itu? Apa masalahnya dengan Banjarmasin? Apa bedanya? Disinipun meski penghargaan untuk hal seperti itu masih belum ada, tapi aku telah menemukan sendiri dunia dan mimpiku.

POWER&MONEY IS SOMETHING! BUT ITS NOT EVERYTHING!

22 July 2005

War of The Net

War of The Net ini bukan latahan dari film karya Stephen Speilberg yang dibintangi oleh Tom Cruise, War of The World. Tapi ini adalah sebuah fenomena bisnis warnet di kota Banjarmasin.

Fenomena akankah kembali berulang ataukah ini memang bisnis latahan?

Akhir dekade 19, tahun-tahun awal bagiku mengenal dunia internet. Tahun awal aku bersama tim ku menjalin kerjasama dengan sebuah BUMN untuk membangun warnet pertama di kota Banjarmasin. Tahun-tahun pertama yang sangat melelahkan, dimana kami harus berjuang keras memberikan pengertian dan pengetahuan awal pada masyarakan Banjarmasin yang umumnya masih belum mengenal internet seperti sekarang.

Diawal dekade 20, aku kembali membangun warnet modal swasta pertama di Banjarmasin. Kembali masa-masa pembelajaran gratis itu terjadi, dengan imbuhan yang masih aku ingat sampai sekarang "main internet tutorial gratis." Disinilah demam internet itu berawal, dan demam mendirikan warnet pun menjalar di benak-benak pemodal Banjarmasin.

Akhirnya munculah bagaikan jamur, warnet demi warnet. Mulai dari 10 komputer, 20 komputer bahkan sampai 40 komputer. Mulai dari 1 cabang, 2 cabang dan bercabang-cabang dimana-mana. Meskipun pada saat itu yang diandalkan hanyalah koneksi dial-up.

Disaat jumlah user masih sedikit dan hampir tidak sebanding dengan jumlah komputer ditiap warnet jika dijumlahkan, hasilnya mulai sepilah warnet-warnet tersebut dari pengunjung. Mulailah 'War' of the Net itu terjadi.

Bukan lagi perang fasilitas, perang diskon, perang harga ... tapi benar-benar perang koneksi internet. Satu persatu subnet provider berjatuhan, pengusaha warnet bukan lagi sibuk mengurus pelanggan tapi sibuk mengurusi koneksi yang putus sambung dan sambung tapi tidak bisa dipakai apa-apa 'lag'. Derit modem yang menandakan redial terdengar dari menit ke menit.

Frustasi! pelanggan frustasi karena tidak mendapatkan apa-apa dari internet selain pelajaran bahwa internet itu tempat yang menjemukan karena harus menunggu selama itu untuk mendapatkan sebuah informasi akibat koneksi jaringan yang lambat dan lag.

Frustasi! pengusaha frustasi karena hari ini pendapatan mereka tidak mencukupi untuk membayar biaya operasional baik listrik, koneksi internet dan gaji karyawan. Selain keringat dingin yang mengalir karena setiap kali mendengar suara derit modem, darah seakan berhenti mengalir, jantung berhenti berdetak... takut para pelanggan akan pergi dan tidak akan kembali lagi.

Tak ayal lagi hanya dalam hitungan minggu, bulan, tahun ... satu demi satu warnet-warnet yang semula di investasi dengan modal puluhan bahkan ratusan juta harus menghadapi kenyataan bahwa bisnis internet sama sekali bukanlah bisnis yang mendatangkan profit melainkan hanya tumpukan invoice dan tagihan. Dan akhirnya satu per satu, plang nama pun diturunkan.

Beberapa tahun setelah itu bisnis internet di kota Banjarmasin sangat terasa lesu. Warnet-warnet yang bertahan dari War of The Net di awal dekade 20an pun harus berjuang setengah mati untuk bertahan hidup. Survival!

Entah apa yang kembali menggairahkan bisnis internet setahun belakangan ini? Satu persatu warnet-warnet kembali bermunculan. Apakah memang saat ini potensi pengguna internet di Banjarmasin meningkat sebegitu tajam? ataukah ini sekedar bisnis latahan? yang dibangun berdasarkan 'melihat orang lain sepertinya berhasil.'

Seorang rekan dari Balikpapan yang mengunjungiku beberapa hari yang lalu sempat berkomentar, bahwa orang Banjarmasin ini punya kebiasaan yang menarik, yaitu suka latah. Bukan latah dalam hal perkataan atau perbuatan, tapi latah dalam perilaku bisnis. --- Aku hanya tersenyum menanggapinya, sepertinya memang begitu adanya.

Meski ini bukan lagi lima tahun yang lalu, tapi aku kembali merasakan bahwa potensi pemicu terjadinya peristiwa lima tahun yang lalu masih tetap ada. Potensi-potensi konflik yang terkadang hanya dipicu oleh masalah sepele, egoisme, premanisme, atau hanya karena ketidak siapan seseorang menerima persaingan bisnis yang sehat dan kurangnya etika bisnis antar para pengusaha bisnis warnet yang boleh dibilang masih sangat muda, dan hampir semua berusia dibawah 30 tahun. Adalah titik yang sangat rawan, pemicu terjadinya kembali War of The Net.

Mungkin ada baiknya jika ide yang sempat disampaikan oleh seorang rekan wartawan di sebuah harian lokal terkenal yang terbit di kota Banjarmasin, saat mewawancaraiku beberapa bulan yang lalu benar-benar diwujudkan. Yaitu terbentuknya assosiasi antar warnet di kota Banjarmasin. Hal ini sangat diperlukan sebagai antisipasi terjadinya kejadian 5 tahun yang lalu, yang menghabiskan lebih dari 50% warnet yang ada saat itu. Karena bisa saja pemicunya nanti bukan dari pihak warnet-warnet itu sendiri, tapi dari pihak ketiga yang punya tujuan dan kepentingan bisnis tersendiri.

Namun sampai hal itu dapat terlaksana, saat ini kita hanya bisa menahan nafas dan berharap bahwa tidak ada pihak manapun yang berpikiran terlalu bodoh untuk memulai kembali War of The Net.

SAY NO! TO WAR OF THE NET --- WHITEFLAG!!!

18 July 2005

Harga Seorang Profesional IT

Menjalani profesi dibidang IT, banyak orang yang melakukannya. Tapi bagaimana menjadi seorang profesional IT sendiri, masih banyak yang belum menjalaninya.

IT adalah ladang kerja yang saat ini mulai dilirik oleh pencari kerja. Maraknya lembaga pelatihan dan pendidikan formal maupun non-formal yang mendidik dan menghasilkan lulusan di bidang IT, adalah salah satu contoh makin digemarinya lahan kerja yang satu ini. Meski boleh dibilang tidak murah namun banyak lulusan SMU/sederajat yang akhirnya memilih pendidikan lanjutan di bidang IT.

Hasilnya semakin banyak tenaga terampil dibidang IT yang siap kerja, namun sayangnya iklim yang tercipta di dunia IT menjadi tidak sehat. Hal ini dapat dilihat dari upah minimum yang diterima seorang pekerja IT rata-rata masih dibawah upah minimum regional. Menyedihkan jika serorang yang memiliki kemampuan dibidang IT hanya dipandang sebagai pekerja. Namun itulah kenyataannya, tak jarang para ahli di bidang IT hanya menjadi pekerja pelengkap di kantor instansi pemerintah dan swasta.

Mengapa? Hal ini disebabkan karena membajirnya tenaga ahli yang memiliki keterampilan dibidang IT (meski tak sepenuhnya terampil), dan caruk maruknya istilah standarisasi serta klasifikasi keahlian IT itu sendiri. Anggapan bahwa keahlian IT itu hanyalah keterampilan kerja dan buka keahlian profesi juga menjadi salah satu penyebab. Serta timbulnya persaingan tidak sehat diantara sesama pekerja IT, menyebabkan harga seorang profesional IT semakin rendah.

Padahal tahun demi tahun kebutuhan seluruh sektor pekerjaan akan bidang IT semakin meningkat, dan kini hampir seluruh sektor pekerjaan berkaitan dengan IT secara langsung maupun tidak langsung. Boleh dikatakan IT kini telah menjadi bagian terpenting dari sebuah institusi. Tapi lagi-lagi mengapa, upah minimum yang diterima seorang tenaga pelaksana IT masih sangat minimum jika dibandingkan dengan betapa pentingnya IT itu sendiri bagi sebuah institusi.

IT mempercepat segala jenis transaksi dan informasi, IT mempermudah dan mempersingkat waktu dalam pengerjaan suatu tugas, IT menghemat dan memberikan keuntungan tersendiri, IT mengotomatisasi semua pekerjaan dengan cermat dan cepat. Mungkin kata-kata otomatisasi tersebut yang membuat seolah-olah seorang tenaga kerja IT tidak melakukan apa-apa yang sulit. Toh, semua hal telah di otomatisasi, dan seorang tenaga kerja IT hanya mengoperasikannya saja tanpa melakukan apapun yang sulit.

Dari situlah akhirnya tercipta simbiose pemikiran yang semakin terpola. Bahwa IT itu adalah MURAH termasuk juga tenaga kerjanya. Ironis sekali jika membayangkan seorang tenaga kerja IT tak jarang harus bekerja siang dan malam melebihi jam kerja tenaga kerja bidang lain.

Mungkin inilah saatnya kita mulai berbenah dan mengklarifikasi bahwa keterampilan di bidang IT bukanlah keterampilan kerja biasa, melainkan sebuah keterampilah profesi. Dan pengklasifikasian serta diversifikasinya pun dapat menjadi lebih jelas... sebagaimana kita melihat, misalnya dibidang kesehatan terlihat jelas klasifikasi dokter, perawat, apoteker dst. Didalam bidang IT pun, seharusnya kita membedakan diri dengan jelas antara operator, administrator, teknisi, webmaster, programmer, dst.

Mengapa? hal ini sangat berkaitan erat dengan bagaimana kita dapat mengangkat HARGA seorang profesional IT, sebagai sebuah profesi keterampilan khusus. Ingat tidak semua orang bisa melakukan apa yang kita bisa lakukan sebagai seorang profesional IT. Dan ingat bahwa mereka (pengguna tenaga kerja IT) yang membutuhkan kita sebagai seorang profesional IT. Sudah saatnya para pekerja profesi dibidang IT pun dihargai selayaknya sebagai sebuah profesi khusus dan mendapatkan penghasilan yang sepantasnya.

PAY GOOD SALARY FOR PROFESIONAL-IT!!!

13 July 2005

Kulture Dunia Maya

--- Apakah memang semua orang yang sering main internet begitu?

Aku tercengang kaget mendengar pertanyaan tendensius tersebut, Green Fanta yang sedari tadi ku teguk seakan-akan mengering dengan cepat di tenggorokan ku... aku tercekat. Sejenak aku terkenang kembali teman-teman dekatku dan bagaimana pola hidup mereka, di dunia maya dan dunia nyata. Sampai akhirnya aku putuskan untuk menjawab pertanyaan tersebut dengan kata --- Ya!

Cyberculture --- Kultur Dunia Maya

Terjadi di antara para maniak internet yang hidup lebih dari 12 jam di dunia maya (kecuali saat sedang tidur), yang pengadopsiannya entah terjadi secara sengaja atau tidak sengaja telah mempolakan gaya dan kebiasaan hidup tersendiri.

Seolah hidup mereka hanya berada di dunia maya, berinteraksi dengan sesamanya lewat chating/instant messaging, memproyeksikan diri mereka sejauh mana mereka berkuasa disana, menjadikan diri mereka apa yang mereka mau, dengan rasa kebanggaan tersendiri yang seolah-olah bagi mereka itu semua adalah nyata.

Di dunia maya siapa mereka?

Aku dulu punya teman dekat (meskipun telah alm), dia hidup bagaikan seorang raja di dunia maya. Dia seorang 'hacker', teman-teman seprofesi 'hacker' menyebutnya elite, senior, dia begitu berjaya... tidak ada yang tidak kenal dia, semua orang memberi salam dan salut padanya. Urusan wanita? no.1, tidak pernah tidak private message chatingnya selalu dipenuhi oleh nick-name cewek. Kata-kata mesra, manis dan romatis nampak tersusun rapi di bait-bait chatingnya. Hubungan sosialnya di dunia maya begitu fantastis... dia bagaikan seorang selebriti, ke manapun dia chating ke room manapun semua kenal dia dan menyapanya.

Di dunia nyata siapa mereka?

Entah apa profesi hidupnya, terkadang aku memerlukannya untuk berkonsultasi masalah teknis yang berhubungan dengan internet atau komputer. Cuman itu... yang aku tau dedikasi dan etos kerjanya sama sekali tidak ada, dia adalah seorang oportunis? dan diapun bekerja berpindah-pindah, dari suatu tempat ke tempat lain, admin/operator/teknisi... tidak jauh dari kata komputer dan internet, itu bidang pekerjaan mereka. Sepertinya tidak pernah terlintas dipikiran mereka mengenai karir ataupun bisnis mandiri. Urusan wanita? ... uh, mandi pun sepertinya jarang. Pakaianpun kalau bisa tidak ganti. Terkadang memang dia cukup mahir untuk merayu wanita dengan kata-kata, tapi itu cuman sebatas lewat telpon. Tapi wanita mana yang mau dengan pria yang jarang mandi?. Hubungan sosialnya didunia nyata sangat buruk, seolah-olah pikirannya berada ditempat lain, tingkat kesadarannya sangat rendah dan terkesan dia menjauhi orang lain.

Bagaimana penganut cyberculture bisa berubah?

Aku adalah salah satu dari penganut sengaja/tidak sengaja dari cyberculture. Hampir empat tahun aku hidup seperti itu. Dan bagaimana aku berubah? Tiga tahun yang lalu jalur hidupku menarikku dari dunia maya, melepaskanku dari internet selama berbulan-bulan, mengharuskan ku hidup di dunia nyata... melepaskan gelar 'hacker' dan menyandang gelar 'programmer' di dunia nyata. Berat sangat berat! Sama sekali tidak mudah untuk terbebas dari candu yang bernama internet, terlebih meninggalkan semua apa yang telah kuraih di dunia maya. Seolah-olah dari hidup bagaikan seorang elite... tiba-tiba harus menjadi seorang yang tidak punya apa-apa.

Namun ternyata tuntutan hidupku terus menarikku lebih kuat dari dunia maya. Sehingga sedikit demi sedikit, tahun demi tahun, cyberculture yang telah mendarah-daging di tubuhku... hilang dengan sendirinya. Aku telah menjadi aku didunia nyata... Tapi keinginan untuk menjadi sesorang didunia maya tetap saja selalu ada. Namun cara pandang, pola pikir dan cara mendapatkannya telah berubah total.

Dulu akulah yang membiarkan diriku masuk kedunia maya, dan membiarkannya menguasai hidupku, merubah pola hidupku, akal dan pikiranku, semuanya dan menjadikannya kultur hidup. Tapi sekarang aku yang membawa dunia maya masuk kedalam kehidupan nyataku, kedalam bisnisku dan menguasai sebagian dari dunia maya tersebut dari dunia nyata.

Bagaimana dengan yang lain?

Setuju atau tidak setuju... senang atau tidak senang... ini adalah pengalamanku yang kembali terusik saat seorang temanku dari dunia nyata menanyakan pertanyaan itu, saat kami tengah berbincang disebuah kafe. Sadar atau tidak sadar, mungkin kalian salah satu diantara penganut cyberculture ini? siapa tau? hanya kalian sendiri...

Ada banyak sekali ciri khas penganut cyberculture yang tidak aku sebutkan disini. Mungkin sangat menarik jika ada sesorang yang menangkat hal ini sebagai tesis... aku akan bersedia membantu. Tidak hanya cyberculture... cyberreligion (agama cyber) pun sekarang sudah mulai bermunculan. Jadi tak pelak lagi bahwa dunia nyata dan dunia maya adalah tempat yang berbeda, tapi masing-masing memberikan dampak bagi masing-masing dunia.

11 July 2005

Landing Rigth

Ini adalah akhir bagi 'ISP-Spanyol', mudah-mudahan ini merupakan akhir yang bahagia. Dalam artian ISP-Spanyol tidak perlu lagi menyandang gelar 'Spanyol' atau 'Sparo' koneksi lokal dan 'Nyolong' koneksi broadband internasional via satelite.

Dengan disusunnya draf 'Penyelenggara Telekomunikasi Yang Menggunakan Satelite', khususnya pada pasal 7 ayat 1 disebutkan bahwa setiap data yang melewati satelit dan diterima stasiun bumi (di wilayah Indonesia) harus memiliki landing right.

Tapi bisa jadi ini akan jadi akhir yang menyengsarakan pula. Jika buntutnya adalah naiknya harga internet broadband. Musnahlah harapan kita semua untuk menyelenggarakan dan dapat menikmati internet berkecepatan tinggi yang murah. Mudah-mudahan pemerintah 'lagi-lagi' tidak memanfaatkan hal ini untuk cari duit.

Sudah cukup kepayahan industri internet di negara tercinta ini, jangan ditambah lebih payah lagi dengan pertaturan atau UU yang hanya berujung duit.

06 July 2005

Tolak Gaji DPR Naik!

Ya, tidak mengherankan... DPR memang sebuah lembaga yang sudah dinilai buruk belakangan ini oleh rakyat. DPR = sekelompok pemalas yang suka tidur-tiduran, sekelompok anak-anak TK yang selalu ribut bermain, sekelompok preman yang suka tawuran, dan sekarang telah menjadi sekelompok bangsawan (bangsa hewan?) yang begitu kemaruk ingin memperkaya diri sendiri melalui jalan legal tapi tidak rasional. Tambahan Tunjangan Operasional Khusus (30jt s/d 15jt) akan diterima setiap anggota DPR setiap bulan. Ck...ck...ck... operasional khusus tidur? operasional khusus tawuran? atau operasional khusus buat partai?

Gaji DPR naik! Begitulah judul tayangan wawancara disebuah TV swasta yang membuat saya harus mengelus dada berkali-kali menyaksikan seorang pembicara dari BURT-DPR yang dengan berapi-api menyuarakan pembelaan terhadap kenaikan gaji DPR. Aspirasi siapa ini? rakyat? partai? ataukah individual DPR?

Ditengah kesulitan rakyat dan pemerintah menghadapi krisis BBM, DPR ternyata sibuk sendiri mempermasalahkan urusan kenaikan gaji. Salah satu bukti bahwa DPR sebenarnya bukan perwakilan rakyat melakinkan DPR adalah perwakilan partai. Dan disaat susah seperti ini anggota-anggota DPR tersebut harus tetap menghidupi partai dengan memberikan upeti kepada partai yang telah membelikan mereka kursi dengan mengatas namakan rakyat.

Aduh! bapak-bapak, ibu-ibu yang terhormat (kalau memang masih merasa terhormat? dan masih ingin dihormati), sudahlah... kesampingkan urusan partai atau individual. Gaji Anda 20jt s/d 30jt sudah cukup besar, itu sudah cukup untuk membayar ongkos tidur Anda di DPR. Jika ingin naik gaji... tunjukkanlah dulu performance yang bisa membuat rakyat senang. Hal-hal seperti ini hanya semakin membuat rakyat berang... apalagi disaat kami kesusahan hanya untuk mencari 1liter minyak tanah saja.

--- TOLAK KENAIKAN GAJI DPR!