www.flickr.com

29 August 2005

Perang?

Menyatakan perang? itu mudah.
Melakukan perang? itu juga mudah.

Tapi mencegah perang? itulah hal tersulit.

Setahun terakhir aku secara tidak langsung mulai mempelajari, bagaimana tingkat emosi sesorang berpengaruh dalam bisnis. Dan ternyata bisnis yang dikontrol oleh emosi satu orang akan dapat berkembang secara instant dan juga hancur secara instant, bergantung dari kondisi emosi orang tersebut. Secara umum sebuah bisnis yang di kontrol oleh seseorang dengan emosi sehat akan menjadi bisnis yang sehat pula, dan begitu pula sebaliknya emosi yang tidak sehat akan melahirkan bisnis yang cenderung tidak sehat pula, baik dari segi finansial maupun dari segi tindakan bisnis. Dan bisnis keluarga yang pengambilan keputusannya cenderung hirarkial, juga termasuk bisnis dengan satu emosi.

Dan sebaliknya bisnis yang dikontrol oleh sekian emosi dalam satu manajemen, akan bergerak perlahan oleh karena setiap pengambilan keputusan bersifat lebih mature. Yaitu sekian emosi yang disatukan untuk mencapai satu keputusan. Bisnis yang di kontrol seperti ini akan selalu bertindak secara aman dan rasional. Memang kecenderungan satu emosi lebih menonjol itu bisa saja terjadi, tapi tetap saja hal tersebut tidak dominan.

Tapi apa jadinya jika bisnis satu emosi harus bersaingan dengan bisnis sekian emosi? Dari segi aksi bisnis sekian emosi tidak akan menimbulkan aksi-aksi yang bersifat ekstrim seperti halnya bisnis satu emosi. Sehingga bisnis sekian emosi selalu terkesan lamban dalam menghadapi satu aksi dan mengambil aksi lainnya. Tapi meskipun lamban bisnis sekian emosi dalam pengambilan keputusan akan lebih stabil dan tidak sering berubah-ubah seperti bisnis satu emosi.

Tapi bukan berarti bisnis sekian emosi itu tidak lebih baik daripada bisnis satu emosi. Malah sebaliknya bisnis satu emosi itu bisa jauh lebih baik jika emosi yang satu itu bersifat sehat dan positif.

Dan emosi ini yang saat ini tengah menghadapkanku pada sekian emosi lain yang mengajak, meminta, mengijinkan untuk berperang. Namun sampai saat ini emosiku berkata lain, aku akan mencegahnya.

FIRST STEP TO WIN A WAR! IS TO GAIN CONTROL OF YOUR OWN EMOTION

27 August 2005

War of The Net Part II

Sepertinya hal yang paling aku hindari selama ini akan terjadi kembali, War of The Net Part II. Serangan bertubi-tubi ke jaringan internet ISP, membuatku harus mengambil pilihan yang berat. Antara tetap mengalah dan mengalah, ataukah melakukan serangan balik. Sementara aku tau, bahwa dalam posisi bisnis, sama sekali baik aku maupun para pemodalku tidak akan pernah merasakan dampak dari War of The Net Part II ini.

Aku malah merasa kasihan pada target-target yang sebenarnya benar-benar menggantungkan hidup dan menginvestasikan seluruh modal mereka ke bisnis internet. Apalah artinya dan apa jadinya jika semua itu akan segera hancur.

Sementara jika dibandingkan baik pada bisnis warnet maupun ISP, semua pemodalku tidak pernah ada yang mengantungkan hidup ataupun menginvestasikan seluruh modal baik pada kedua bisnis tersebut. Semua hanya sebatas hobi, sekedar usaha, atau malah cuman iseng. Sehingga apapun yang terjadi, tidak satu pemodalpun yang akan mengalami kerugian yang berarti.

Sementara bagiku sendiri menjalankan bisnis internet hanyalah sebuah idealisme untuk menjadikan kota Banjarmasin, yang selama ini miskin infrastruktur internet menjadi lebih maju. Aku begitu bahagia melihat pertumbuhan warnet yang begitu pesat dan jumlah user yang meningkat beberapa bulan terakhir ini. Artinya misi pencapaian 50% masyarakat Indonesia mengenal internet ditahun 2006 mungkin bisa tercapai. Selain memberikan edukasi yang positif terhadap berbagai kesalah pahaman pengartian berbagai istilah dan hal yang berkaitan dengan internet yang telah terlanjur dibenarkan.

Tapi kini sekaligus aku menjadi sedih, oleh ulah orang-orang yang iri dan dengki dengan keberhasilan tersebut. Yang kemudian memanfaatkan berbagai cara untuk menghambat, menyabotase bahkan menghancurkan.

Namun sepertinya orang-orang tersebut telah salah dalam menilai efektifitas dari serangan tersebut, baik itu didasari oleh iri/dengki maupun karena persaingan bisnis. Semua tidak akan menimbulkan kerugian yang berarti, karena :

1) Aku, rekan dan institusi tidak melakukan serangan balik karena sejak awal berdirinya ISP memang telah disepakati kami tidak akan menggunakan cara-cara seperti itu. Melainkan lebih kearah jalur kekeluargaan dan hukum.

2) Kalaupun sampai terjadi War of The Net kembali, dampak apapun yang terjadi terhadap ISP maupun warnet yang aku kelola, tidak akan mempengaruhi kondisi finansial dan kapitalitas para pemodal. Jika dibandingkan dampak yang ditimbulkan kepada target-target jika kami melakukan serangan balik. Kami malah mengasihani target-target yang boleh dikatakan bergantung hidup dari bisnis internet ini.

3) Aku tidak melakukan serangan balik bukan karena tidak mampu ataupun merasa tidak sanggup. Aku mempunyai cukup resources dan kemampuan. Tapi sekali lagi aku merasa ini bukanlah penyelesaian, dan tentu nya jika sampai terjadi War of The Net besar-besaran, kasihan mereka yang menggantungkan hidup dari bisnis ini akan mengalami kerugian atau kehilangan pekerjaan.

4) Jika ini masalah personal ataupun pribadi, juga tidak efektif. Karena aku hidup dan mandiri bukan karena bisnis internet, melainkan berbagai usaha lain yang memberikanku lebih banyak keuntungan dari segi finansial.

Memang aku akui masa laluku pun tak pernah jauh dari hal-hal yang seperti ini. Sejak tahun 1998 aku telah bergabung dengan organisasi Antihackerlink, dan mencapai puncak pada tahun 2000, lalu dipertengahan tahun 2004 aku bahkan memimpin organisasi itu lebih dari setengah tahun. Tapi semua malah bukan berarti apa-apa, selain menyisakan image yang buruk mengenai diriku. Padahal yang lebih kurasakan adalah proses kesadaran akan pentingnya arti internet untuk edukasi. Hingga akhirnya di awal tahun 2005, aku dan beberapa rekan senior Antihackerlink memutuskan untuk membubarkan organisasi tersebut selamanya.

Namun jika terus berlanjut seperti ini. Maka iklim yang mulai membaik dibeberapa bulan terakhir ini akan kembali berubah suram. Sebelumnya aku meminta maaf kepada pihak-pihak yang mungkin akan mengalami dampak yang serius dari War of The Net Part II ini. Secara pribadi aku sama sekali tidak menginginkan ini terjadi.

21 August 2005

Pilihan

Hidup selalu dihadapkan pada pilihan. Dan tiap-tiap pilihan akan memberikan konsekuensi sendiri-sendiri. Dan terkadang diri kita pasti bertanya kembali, sudah benarkah pilihan yang telah aku ambil hari ini?

Beberapa hari belakangan ini aku sibuk memikirkan kebenaran dan pembenaran dari setiap pilihanku yang terkadang aku sadari begitu egois. Aku bertahan karena merasa benar, tapi ternyata tidak selalu benar.

Teringat perkataan seorang rekan yang baru saja merayakan ultahnya yang ke 40, dia berkata ... "Aku baru saja menyadari bahwa aku harus belajar mengalah, aku sudah tua sekarang."

Apa maksudnya? --- rasa egoisku seketika meradang.

"Biasalah masa muda, aku merasa diriku yang paling benar," lanjut ucapannya.

Hegh! --- itu aku. Saat ini aku selalu merasa seperti itu.

"Dan sekarang rasanya aku harus mulai bejalar mendengarkan orang lain, memang tak ada salahnya merasa benar dan mempertahankan kebenaran itu. Tapi juga tidak ada salahnya memahami dan menerima pendapat orang lain, jangan langsung menyalahkan pendapat yang berbeda dari pendapat diri sendiri," seolah mengetahui isi kepalaku, dia terus berbicara.

Srrrrrttt --- aku seolah tersedot kemasa lalu, mundur melewati berbagai pilihan yang pernah ku ambil. Berbagai pilihan yang aku putuskan karena aku merasa itu benar.

Dan aku terhenti disebuah persimpangan, dimana 10 bulan yang lalu aku mengambil keputusan yang merubah arah hidupku untuk selamanya. Itulah titik balik terjauhku. Dari sanalah semua perjalanan yang aku lalui selama 10 bulan ini berawal. Dan aku sama sekali tidak merasa tenang sejak aku mengambil arah yang ini.

Terkadang aku berkhayal, andai saja saat itu aku mengambil arah yang lain? Kira-kira bagaimana aku sekarang? apakah aku akan menjadi seperti ini? apakah lebih baik? ataukah lebih buruk?

Terlambat... ya semua sudah terlambat, tidak ada jalan kembali ke persimpangan terlebih mengambil arah yang berlainan dari yang sekarang. Yang ada hanyalah sebuah jalanan yang aku rasakan semakin terasa curam dan berliku.

Shhhhhhh --- kutarik udara memenuhi rongga dadaku dalam-dalam . Ini adalah pilihanku, seberat apapun inilah konsekuensinya, tapi aku tau... jalan curam dan beriku ini akan berakhir disuatu tempat diatas sana. Hanya saja aku gamang... apakah aku mampu untuk mencapainya, aku telah semakin letih.

SOMETIME WE CAN BE TIRED BEING OURSELF -- ITS WHEN YOU WISH BEING SOMEONE ELSE

14 August 2005

Antara Anjir dan Serapat

Aku tertegun sambil memandang jauh kebawah, kesebuah terusan sepanjang 28km yang menghubungkan antara sungai Barito dan Kapuas. Begitu lurus seperti digali dengan menggunakan penggaris saja batinku.

Itu Anjir Serapat! --- ucap pilot helikopter Mi-2 milik perusahaan setrum yang sedang aku tumpangi itu.

Anjir Serapat? --- aku kira itu adalah nama kampung. Sekilas terbayang dibenakku sebuah kampung sungai tradisional khas Banjar.

Anjir itu sama artinya dengan channel/terusan --- penjelasan yang sangat jelas itu di ucapkan oleh koordinator badan pawang cuaca yang dari tadi duduk manis disampingku.

Wow! rupanya nama Anjir Serapat itu bukan nama yang asal muncul dari jaman beheula. Tapi nama tersebut diberikan sebagai nama untuk sebuah terusan pertama di Kalimantan sepanjang 28km yang menghubungkan sungai Barito di Kalimantan Selatan dan sungai Kapuas di Kalimantan Tengah. Dan kini aku tengah melintas diatasnya.

Kira-kira dua tahun yang lalu aku menyanggupi turut serta dalam proyek negara ini. Sebagai barter dari ketidaksediaanku untuk bermigrasi ke Jakarta bergabung dalam sebuah lembaga nasional.

Kini demi sebuah tugas itu aku berada disini, diantara anjir serapat. Memberikan dukungan teknis teknologi untuk berbagai rencana mengantisipasi musim kemarau yang menjelang, mulai maraknya kembali titik-titik api, dan seperti biasa... memawangkan curah hujan.

Boleh jadi ini proyek rahasia yang bukan rahasia. Tapi tetap saja aku harus bungkam 1000 bahasa atas semua rencana-rencana yang seperti biasa melibatkan banyak orang tapi selalu dilakukan seolah-olah secara sembunyi-sembunyi. Off the record --- kita melakukan ini bukan untuk pemerintah... tapi untuk negara Republik Indonesia.

UGH! JUST ANOTHER DUTY OF MY COUNTRY! BETWEEN ANJIR AND SERAPAT

10 August 2005

Buah Pinggang

Aku hanya bisa tertegun ketiga seorang teman memberitakan wafatnya Alimul Allamah Asy Syekh Muhammad Zaini Abdul Ghani atau yang lebih dikenal dengan Guru Sekumpul atau Guru Haji Ijai, tepat beberapa saat setelah beliau wafat melalui IM.

http://www.indomedia.com/bpost/082005/10/depan/utama1.htm

Paginya disebuah harian kota aku kembali membaca berita lengkap mengenai wafatnya beliau. Usai menjalani perawatan di Mount Elizabeth Hospital, Singapura.

GINJAL (BUAH PINGGANG)

Adalah penyebab yang sama meinggalnya alm. mama mertuaku. Hari ini adalah hari ketujuh sejak meinggalnya mama mertuaku. Ginjal --- akupun sering mengeluhkan rasa sakit di punggungku, karena sering sekali duduk didepan komputer berjam-jam lamanya. Sehingga alm. mama mertuaku pernah berpesan agar aku banyak minum air putih dan sering-sering berolah-raga walau hanya sebentar.

Meski sering berselisih pendapat, karena kami memang sama-sama orang yang keras dan memegang teguh pendapat masing-masing. Ternyata beliau begitu memperhatikanku...

08 August 2005

Berbeda

Setelah beberapa hari disibukkan dengan berbagai urusan keluarga, setelah meninggalnya mama mertuaku dan pesta pernikahan adik iparku yang hanya berselang beberapa hari. Aku kembali menyibukkan diri dengan pekerjaan dan bisnisku. Selama beberapa hari itu, aku menjadi lebih dekat dengan keluarga dari istriku, membuatku lebih mengerti bagaimana cara mereka memandang dan menjalani hidup yang sangat singkat ini. Dan aku tersenyum sekaligus menitikkan air mata... semua sangat berbeda.

Aku tidak dapat menyebutkan bahwa cara pandang dan bagaimana aku menjalani hidup ini adalah paling benar. Tapi aku hanya bisa mencontohkan bahwa hanya dengan bermodalkan keahlian, kegigihan dan kepercayaan, aku telah berhasil meraih apa yang aku cita-citakan selama ini, menjadi mandiri, memiliki usaha sendiri, dan perlahan menuju kemapanan. Tak satu rupiah pun orang tua ku pernah memberiku modal, selain pelajaran untuk selalu jujur, adil, hidup mandiri, bertanggung jawab dan tidak takut untuk berbeda.

Bertahun-tahun aku telah merasakan bagaimana orang-orang yang tidak sepaham dengan ku selalu mengkritik, menghina dan bahkan memfitnah, hanya karena aku berpikir berbeda. Namun aku tidak pernah takut untuk menjadi berbeda karena satu hal yang aku yakini benar. Karena aku yakin segala sesuatu yang diawali dengan niat untuk selalu jujur, mempertahankan keadilan serta selalu bertanggung jawab atas hak maupun kewajiban, akan selalu membuahkan hasil yang manis, meskipun melalui perjalanan yang teramat pahit. Alhamdulillah Allah selalu membuktikan bahwa keyakinan yang ku miliki itu meskipun berbeda selalu benar adanya. Dan ini tidak hanya terjadi satu dua kali, melainkan berkali-kali dalam hidupku.

Sehingga aku tidaklah pernah takut untuk menjadi berbeda selama hati kecilku yakin bahwa perbedaan itu benar adanya.

Budi adalah Budi, kalau bukan begitu maka bukan Budi namanya --- masih hangat aku ingat apa yang dikatakan oleh seorang rekan, ketika dia ditanyai oleh seseorang, kenapa aku bersikap seperti itu.

JANGAN TAKUT UNTUK MENJADI BERBEDA KALAU KAMU YAKIN ITU ADALAH BENAR --- KARENA ORANG-ORANG YANG BERHASIL ADALAH ORANG-ORANG YANG BERANI MENJADI BERBEDA DARI ORANG KEBANYAKAN.